Dari diskusi di Bogor itu, beberapa kesenjangan ilmiah dalam topik pengelolaan gambut dapat kami formulasi sebagai berikut: 1. Pemetaan gambut. Secara nasional lahan gambut telah dipetakan denganPeta ini mengungkapkan bahwa lahan perkebunan kelapa sawit terluas terjadi ada Sumatra dan Kalimantan. Dalam studi yang terbit pada 2021 ini, para peneliti tersebut memaparkan bahwa pada 2017 luas lahan sawit di Sumatra, Indonesia, sebesar 6,37 Mha atau 63.700 kilometer persegi. Angka ini hampir setara dengan 100 kali lipat luas Jakarta.
Kelapa sawit di daerah gambut juga memerlukan sistem drainase yang baik untuk mencukupi kebutuhan airnya. Hal ini berbeda dengan kelapa-kelapa sawit yang ditanam di lahan mineral yang tidak terlalu membutuhkan mineral Cu dan Fe. 2. Penggunaan Alat Berteknologi Tinggi. Seiring berjalannya waktu, dunia terus mengalami perkembangan.
Masalahnya, ketika mereka berpindah mengolah lahan gambut, api menjadi masalah. Tanah gambut terbentuk dari tumpukan sisa-sisa tumbuhan yang membusuk selama bertahun-tahun di lahan yang basah. Ketika lahan mengering, terutama di musim kemarau, karakteristik gambut menjadi serupa dengan kayu kering atau batu bara yang mudah terbakar.
Kabupaten Pulang Pisau sedangkan untuk tanah gambut dilakukan di Kabupaten Kotawaringin Timur. Klasifikasi kesesuaian lahan untuk kelapa sawit yang tumbuh di tanah mineral maupun tanah gambut yang disurvai pada lokasi penelitian, mengacu pada kriteria kesesuaian lahan untuk kelapa sawit di tanah mineral dan tanah gambut (Tabel 1 dan 2).